Mamuju, Minggu 6 Maret 2016
Fokuslah pada bahagiamu,
Abaikan lainnya....
Berpisah jarak dengan 2 anak lelaki kesayangan memang terasa berat. Apalagi disaat rindu datang menyapa. Mendengar suaranya saja rasanya tak pernah cukup.
Rasa rindu yang menyayat hati awalnya memang menyakitkan. Rasa marah, menyalahkan keadaan, kebencian yang dalam, doa dan kalimat-kalimat kutukan pada orang-orang tertentu kerap kupanjatkan. Hasilnya bukan ketenangan, tapi tekanan yang semakin menyiksa.
Aku tidak boleh kalah oleh keadaan. Aku tidak boleh menyerahkan hidup dan kebahagiaanku dengan percuma. Aku harus lebih baik lagi.
Mulailah aku membuat prioritas dalam hidupku. Apa saja yang bisa membuat aku nyaman dan bahagia.
Orang-orang yang masuk black list dalam doa kutukanku sudah pasti prioritas utama untuk kuabaikan.
Karena ......
1. Rasa marah benci dan dendam akan berbalik menjadi kekuatan dahsyat yang merusak diri sendiri. Membuat tubuh kehilangan imunitas. Mengundang berbagai macam penyakit. Membuat penuaan datang lebih awal. Dan aku tidak ingin dituakan oleh amarah dan dendam.
2. Aku belajar untuk ikhlas. Ikhlas menerima jalan hidupku. Ikhlas menerima bahwa semua mimpi-mimpiku ternyata bukan yang terbaik untukku. Allah telah menyiapkan kehidupan yang jauh lebih baik dibanding perencanaan dan impian hamba-Nya. Dan semua berjalan sesuai kehendakNya. Aku melangkah mengikuti takdirku. Dengan hati yang jauh lebih tenang. Lebih bahagia.
3. Aku tidak ingin memiliki musuh dalam hidup ini. Mereka bukan musuhku. Mereka hanyalah orang-orang yang Allah perkenankan hadir dalam takdirku sebagai pengingat. Melalui merekalah cara Allah menegur aku. Melalui mereka cara Allah memeluk hangat hatiku. Melalui mereka cara Allah membuka mataku. Melalui mereka Allah selalu berkata, 'Semua hanya titipan-Ku. Aku bisa mengambilnya kapanpun Aku berkehendak. Tidak ada kekuatan yang lebih besar selain kekuatan-Ku. Tidak ada cinta yang melebihi cinta-Ku. Dan untukmu, Aku selalu ada untuk memelukmu.'
Bersama anakku aku belajar untuk berbagi kebahagiaan. Kami belajar untuk memaafkan dan menghapus dendam. Kami bersama untuk saling menguatkan, betapa hidup terlalu singkat untuk disia-siakan begitu saja.
Bersama ayahnya mereka belajar kuat menjadi lelaki. Bersama aku ibunya, mereka belajar untuk mencintai dan menyayangi. Bersama sepupu, oma dan om tantenya mereka belajar untuk berbagi.
Tidak mudah memang untuk mendaki mencapai kebesaran hati seperti saat ini. Tapi pelajaran hidup dari orang-orang di sekelilingku, bisikan Allah di hatiku saat aku bertanya padaNya, traffic light kehidupan yang memberi tanda dariNya, semua mendewasakanku. Mendewasakan anak lelaki tercintaku.
Dan saat aku tiba di ujung penantianku untuk memilih, aku memilih untuk bahagia. Bahagia dengan kesyukuran terbesar dalam hidupku. Sebab Allah tidak pernah salah menuntunku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar