Sabtu, 29.04.2012, 08.00 pm
Tanpa kita sadari,
Pantai tidak akan pernah menghilangkan kenangan terindah dalam hidup kita....
Itulah kenapa aku selalu datang ke pantai...
Satu sore. Terlewati lagi. Tapi kali ini aku tidak sendiri. Berdua dengan Lukman, anak seorang teman yang baru kelas tiga SD. Nongkrong berdua, ngabisin waktu di anjungan pantai Manakarra. Sambil menonton truk pengangkut timbunan mondar-mandir menimbun pantai untuk reklamasi pantai tahap dua, Sambil menonton perahu nelayan mondar mandir entah mau kemana.
Satu sore di pinggir pantai. Dua orang anak kecil, usianya tidak lebih dari enam tahun, asyik bermain berdua. Orang tuanya yang berjualan mie goreng di sebelah penjual kelapa muda tempatku nongkrong sore ini. Masing-masing menggendong seekor kucing. Yang perempuan menggendong seekor kucing berwarna orange, yang laki-laki kucing berwarna hitam. Anak perempuan itu berambut pendek, lurus, berponi, Mukanya lucu dan ceria. Dipeluknya dengan sayang kucing orange itu, dan berkata, "Kucingku namanya si manis. Dia anakku yang paling lucu..." sambil diciumnya kepala sang kucing dengan kelembutan seorang ibu yang mungkin sering diterima dari bundanya. Aku tidak dapat menahan senyum melihatnya.
Di parkiran, seorang lelaki gondrong asyik mengatur motor-motor yang berdatangan. Kulitnya hitam terbakar matahari pantai yang ganas. Rambutnya berombak kecil, berantakan. Tapi wajahnya selalu tersenyum. Matanya menatap penuh rasa bersahabat pada siapa saja yang bertatapan dengannya. Aku kembali tersenyum. Untuk kesekian kalinya di sore ini.
Satu sore di pinggir pantai. Dulu sekali, pantai ini masih menyisakan hamparan pantai . Tempat anak-anak dan orang tua berjalan bergandengan di pasirnya. Tempat tawa ceria anak-anak kecil bersaing dengan deburan ombaknya. Tempat wajah mungil kanak-kanak itu menatap penuh protes saat aku mengajak mereka pulang, karena aroma laut yang bersahabat telanjur memikat hati mereka.
Satu sore di pinggir pantai. Kelak, aku hanya bisa bercerita kepada anak-anakku. Nak, di tempat ini dahulu kalian belajar untuk berlari dan mencintai pasir laut yang bermain di telapak kaki kalian. Di tempat ini kalian belajar untuk mencintai laut, belajar mencintai hangatnya udara sore berangin yang selalu sama dimanapun kalian berada.
Satu sore di pinggir pantai. Kelak pantai ini akan hilang, berganti dengan setumpuk timbunan. Tapi tawa ceria kanak-kanak yang bersaing dengan suara ombak yang memecah pantai tidak akan pernah hilang. Abadi, terekam dalam gulungan ombak yang pecah, mengirimkan pesan penuh cinta kepada mereka, dimanapun mereka berada. Di belahan bumi yang lain, di pinggir pantai yang lain....
Tanpa kita sadari,
Pantai tidak akan pernah menghilangkan kenangan terindah dalam hidup kita....
Itulah kenapa aku selalu datang ke pantai...
Satu sore. Terlewati lagi. Tapi kali ini aku tidak sendiri. Berdua dengan Lukman, anak seorang teman yang baru kelas tiga SD. Nongkrong berdua, ngabisin waktu di anjungan pantai Manakarra. Sambil menonton truk pengangkut timbunan mondar-mandir menimbun pantai untuk reklamasi pantai tahap dua, Sambil menonton perahu nelayan mondar mandir entah mau kemana.
Satu sore di pinggir pantai. Dua orang anak kecil, usianya tidak lebih dari enam tahun, asyik bermain berdua. Orang tuanya yang berjualan mie goreng di sebelah penjual kelapa muda tempatku nongkrong sore ini. Masing-masing menggendong seekor kucing. Yang perempuan menggendong seekor kucing berwarna orange, yang laki-laki kucing berwarna hitam. Anak perempuan itu berambut pendek, lurus, berponi, Mukanya lucu dan ceria. Dipeluknya dengan sayang kucing orange itu, dan berkata, "Kucingku namanya si manis. Dia anakku yang paling lucu..." sambil diciumnya kepala sang kucing dengan kelembutan seorang ibu yang mungkin sering diterima dari bundanya. Aku tidak dapat menahan senyum melihatnya.
Di parkiran, seorang lelaki gondrong asyik mengatur motor-motor yang berdatangan. Kulitnya hitam terbakar matahari pantai yang ganas. Rambutnya berombak kecil, berantakan. Tapi wajahnya selalu tersenyum. Matanya menatap penuh rasa bersahabat pada siapa saja yang bertatapan dengannya. Aku kembali tersenyum. Untuk kesekian kalinya di sore ini.
Satu sore di pinggir pantai. Dulu sekali, pantai ini masih menyisakan hamparan pantai . Tempat anak-anak dan orang tua berjalan bergandengan di pasirnya. Tempat tawa ceria anak-anak kecil bersaing dengan deburan ombaknya. Tempat wajah mungil kanak-kanak itu menatap penuh protes saat aku mengajak mereka pulang, karena aroma laut yang bersahabat telanjur memikat hati mereka.
Satu sore di pinggir pantai. Kelak, aku hanya bisa bercerita kepada anak-anakku. Nak, di tempat ini dahulu kalian belajar untuk berlari dan mencintai pasir laut yang bermain di telapak kaki kalian. Di tempat ini kalian belajar untuk mencintai laut, belajar mencintai hangatnya udara sore berangin yang selalu sama dimanapun kalian berada.
Satu sore di pinggir pantai. Kelak pantai ini akan hilang, berganti dengan setumpuk timbunan. Tapi tawa ceria kanak-kanak yang bersaing dengan suara ombak yang memecah pantai tidak akan pernah hilang. Abadi, terekam dalam gulungan ombak yang pecah, mengirimkan pesan penuh cinta kepada mereka, dimanapun mereka berada. Di belahan bumi yang lain, di pinggir pantai yang lain....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar