Catatan Perjalanan
Pulau Dewata. Begitu seringkali kita mengenal Bali. Dibanding daerah yang
menjadi destinasi wisata di Indonesia, Bali selalu menjadi urutan pertama.
Bukan saja untuk wisatawan lokal, tapi juga utk wisatawan mancanegara. Bahkan di
luar negeri Bali jauh lebih terkenal dibanding Indonesia.
Back to holiday. Ya, akhir tahun aku
kali ini ditutup dengan berlibur di Bali. Sengaja aku tidak memilih waktu yang
berdekatan dengan natal dan tahun baru, karena akan sangat susah untuk mencari
hotel atau tempat menginap lainnya. Kecuali sudah memesan kamar jauh-jauh hari
sebelumnya. Tingkat kunjungan wisatawan ke Bali selalu meningkat menjelang
tutup tahun di bulan Desember. Khususnya bagi turis mancanegara yang sangat
suka melewatkan Natal dan Tahun Baru di Bali.
Tiba sekitar pukul 10 pagi setelah
pesawat Lion yang membawa aku jam 6 pagi dari Mamuju transit hampir 2 jam di
Makassar. Sambil menikmati burger dan secangkir kopi hitam tanpa gula di gerai
Burger King Bandara Ngurah Rai Denpasar, aku mulai browsing beberapa hotel
murah yang berlokasi di sekitar Legian dan Kuta. Pertimbangan aku karena dua
tempat tersebut sangat dekat ke Pantai Kuta, ramai dan akses untuk
berjalan-jalan seputar dua lokasi itu sangat mudah.
Burger, Fanta dingin dan balck coffee. Cuma sanggup ngabisin burger dan kopinya. |
Tapi mencari hotel di awal Desember
ternyata agak susah. Beberapa hotel yang aku hubungi via telpon menjawab full
sampai tahun baru. Tapi bila kita memesan secara online melalui beberapa jasa
pemesanan hotel online seperti Traveloka atau Agoda, masih tersedia beberapa
kamar dengan harga yang di bawah tarif hotel resmi. Mereka menawarkan diskon
sampai 70 persen. Lumayan kan.
Aku tidak putus asa. Hari pertama
ini aku memang ingin mencoba berlibur ala backpacker. Dengan menginap di
hotel-hotel yang relatif murah bagi wisatawan dengan budget yang terbatas.
Setelah menelpon kiri kanan,
akhirnya ada satu yang menyisakan tempat untuk aku menginap hari ini. Kayun Hostels Downtown.. Dengan harga seratus sembilan puluh sembilan ribu per bed
sudah termasuk pajak dan sarapan pagi.
Per bed? Ya. Karena untuk hostel
backpacker yang murah meriah, satu kamar terdiri dari 4, 6, 8, atau 12 bed.
Bisa diisi campur laki atau perempuan (sangat cocok bila berlibur satu keluarga
dengan anak-a1nak yang beranjak dewasa), atau yang privat (laki-laki semua atau
perempuan semua).
Dari bandara ke hotel aku memilih
naik taxi bandara yang sopir-sopirnya menunggu di parkiran. Lebih murah dan
bisa ditawar. Kalau barang yang dibawa tidak terlalu besar, bisa juga naik ojek
dengan biaya 30 - 50 ribu sampai di daerah Kuta atau Legian. Aku memilih naik
taxi Avanza tanpa argo dengan sewa 100 ribu sampai di daerah Legian. Bila
kebetulan ada taxi argo dari luar sejenis Blue Bird, ongkosnya jauh lebih
murah. Hanya 40an ribu. Bandingkan taxi dari Mamuju ke Tampapadang yang sejak
bbm naik ikut naik juga menjadi 180 s.d 200 ribu rupiah.
Di sepanjang jalan sang supir yang
ramah mencoba mengajak ngobrol. Aku hanya tertawa dan menjelaskan dengan rinci
saat dia tidak berhasil mengingat dimanakah letak kota yang bernama Mamuju, ibukota
Provinsi Sulawesi Barat.
Sambil ngobrol aku agak cemas juga.
Inilah pengalaman pertama aku menginap di hostel backpacker. Kalau standar
hostel backpacker di Singapore sangat bersih meski hanya menggunakan kipas
angin. Kalau hostel yang aku tuju, sulit dibayangkan.
Setelah agak terjebak macet, tibalah
aku di jalan Legian 182. Wow... ternyata hostel yang aku tuju memiliki bangunan
yang cukup bersih. Berwarna putih, tiga lantai dan diapit toko-toko dan kafe
yang berjejer. Masuk di lobi aku disambut pemandangan yang menyenangkan.
Petugas resepsionis yang ramah, deretan komputer dan wifi gratis, mesin kopi
gratis, dan beberapa wisatawan asing yang asyik ngopi, ngobrol dan berkutat di
depan komputer. Aku tidak dapat menyembunyikan senyum girang. Semua yang aku
suka ada disini.
Aku memilih kamar privat yang khusus
perempuan dengan 12 bed. Seorang petugas housekeeper mengantar aku ke lantai
dua. Akses untuk masuk dari lobby menuju area servis untuk tamu yang
menginap di lantai satu dan seterusnya menggunakan kunci otomatis. Terasa
aman untuk seorang perempuan yang melakukan perjalanan seorang diri seperti aku.
Sambil berjalan petugas housekeeper
wanita itu menjelaskan fasilitas gratis yang bisa aku gunakan. Sarapan pagi
paling lambat jam 10 pagi, komputer dan free wifi, free kopi, sharing ruang
cinema, yakuzi, kamar mandi terpisah di lantai yang sama, dan aku disambut
kamar yang harum, bersih lengkap dengan AC nya. Dan yang paling asyik, hanya aku
penghuni ruangan ini. Menjadi penguasa satu ruangan!
Yacuzi di lantai 1 |
Ruang tamu di lantai 2, tepat di depan pintu kamarku. |
Kamar mandi yang bersih dan wangi. Tersedia di tiap lantai. |
Dengan 12 bed yang bertingkat, aku
memilih bed yang dekat dengan jendela. Aku jadi teringat suasana Asrama
Mahasiswa (Ramsis) Unhas dengan tempat tidur yang bertingkat saat aku kuliah
dulu.
Aku bersyukur mendapat alamat Hostel Kayun ini. Letaknya dekat sekali dengan Monumen Bom Bali. Tempat meledaknya bom
bunuh diri yang banyak menewaskan wisatawan asing beberapa tahun lalu. Setelah
melepas sepatu, aku mencoba mengambil gambar kamar menggunakan kamera
smartphone aku dari berbagai sudut. Di bawah tempat tidur tersedia locker
tempat menaruh koper dan barang-barang berharga lainnya.
Aku ingjn beristirahat dulu satu
atau dua jam. Setelah itu aku akan menghabiskan sore ini untuk berkeliling
seputar Legian dan Kuta. Kuta dapat di akses dengan jalan kaki sekitar 10
sampai 15 menit.
Menyusuri Jalan Legian
Setelah beristirahat sejenak, aku
bersiap- siap untuk menyusuri Jalan Legian. Menuju lobby di lantai satu yang
berada satu area dengan kafe dan komputer serta wifi gratis, aku tergoda untuk
minum kopi dulu. Gelas kopi ketiga sejak pagi tadi.
Black coffee with no sugar. |
Menghirup kopi hitam tanpa gula
perlahan dan menikmati aroma kopi yang menyegarkan, aku mendapati seorang
wisatawan asing perempuan penghuni hostel yang tengah mengakses facebook bersama
seorang teman prianya menatap aku dengan heran. Aku membalas dengan senyuman
maklum. Tentu mereka merasa aneh melihat seorang perempuan berhijab memilih
menginap di hostel. Dia tidak tahu kalau aku memilih ruangan privat yang tidak
bercampur dengan tamu laki-laki.
Sesama tamu Hostel Jatun.Area free wifi yang digabung dengan resepsion, resto dan toko perhiasan perak. |
Setelah menghabiskan isi cangkir
kopi, aku mulai berjalan menyusuri jalan Legian. Perlahan-lahan. Sesekali aku
berhenti untuk mengambil gambar, mengamati kerajinan handmade khas Bali yang
dijual sepanjang jalan, singgah di tempat pembuatan tattoo, berpapasan dengan
banyak wisatawan asing dengan gaya berpakaian yang unik, agak terbuka dan
seenaknya. Bahkan seorang wisatawan Jepang dengan santai hanya menggunakan
celana pendek dan memamerkan tattoo yang menghiasi sebagian besar tubuhnya. Tattoo
permanen.
Aku menyembunyikan senyum, teringat
setiap kali datang ke Bali aku selalu membawa pulang oleh-oleh tattoo temporer.
Entah itu gambar naga kecil, simbol Yin dan Yang, matahari, atau gambar unik
lainnya. Harganya bervariasi, mulai 25 ribu sampai 150 ribu. Tergantung besar
kecilnya tattoo. Aku belum memiliki keberanian untuk membuat tattoo permanen.
Teringat cemoohan aku saat membully seorang teman yang memiliki tattoo
kelelawar di dada kanannya. Aku ingat pernah mengatai tattonya akan menumpuk
seperti kain gorden yang tertutup, saat kulit mulai keriput karena dimakan
usia. OMG, aku tidak ingin memiliki tumpukan naga di kulit aku karena tattoo
permanen dan kulit yang keriput.
Tattoo di Pantai Kuta |
Tadaaaaaa.......my new tattoo..... |
Sepanjang jalan Legian ternyata ada
beberapa hostel dan banyak hotel murah. Wajar kalau di area inilah pusat
teramai di Denpasar. Dari hasil browsing bila kita booking hotel online akan
banyak hotel yang berharga mulai 150 ribu per malam. Walau hanya menggunakan
fan, lumayanlah untuk istirahat. Toh waktu di Bali akan lebih banyak digunakan
untuk jalan-jalan.
Berjarak 200 meter dari Hostel
Jatun, kita akan temui Monumen Bom Bali. Dengan latar belakang ukiran Bali yang
khas, disitu berjejer nama-nama korban dan asal negaranya. Korban paling banyak
warga negara Australi dan Indonesia. Aku agak bergidik teringat cerita seorang
tour guide beberapa bulan lalu saat aku berkunjung ke Bali. Konon, pada
malam-malam tertentu sering terdengar tangisan dan jeritan minta tolong dari
arah monumen tersebut. Suasananya persis sesaat setelah kejadian peledakan bom
yang menurunkan secara drastis angka kunjungan wisata ke Bali dan larangan
mengunjungi Bali dari beberapa negara karena faktor keamanan. Untunglah
sekarang arus kunjungan sudah normal kembali.
Monumen Bom Bali |
Dua bule yang mengunjungi monumen Bom Bali. |
Daftar nama para korban Bom Bali. |
Masih di Legian, di antara toko-toko,
pub dan restoran yang menyediakan minuman beralkohol, tetap berdiri gagah Pura
tempat ibadah warga Hindu Bali. Di depan dan dalam toko juga ditemui sesajen
dan aroma dupa yang khas. Setiap hari sajen dengan menggunakan anyaman daun
kelapa dan diisi beberapa jenis bunga dan potongan daun pandan itu harus
diganti. Sebuah prosesi agama dan budaya yang tetap terjaga.
Aku teringat statement seorang teman
pada sebuah acara diskusi tentang fenomena media sosial, bahwa medsos diyakini
memegang peranan penting dalam pergeseran dan hilangnya nilai-nilai
budaya pada generasi muda.
Aku tidak sepenuhnya setuju. Sebab
dalam salah satu teori komunikasi disebutkan bahwa masyarakat sebagai
komunikator atau penerima pesan bersifat aktif dan memilah-milah pesan yang diterima
berdasarkan kebutuhan dan filter konseptual yang dimiliki. Filter konseptual
ini dibentuk dari pendidikan yang diterima, nilai-nilai dalam keluarga, faktor
lingkungan dan kehidupan sosial. Contoh terbesarnya di Bali, kita akan lebih
mudah untuk mempelajari kebudayaannya. Local wisdom pun tetap terpelihara. So,
sepertinya kurang tepat kalo media social yang dituding jadi penyebab
pergeseran budaya. Kalau menimbulkan budaya baru bisa jadi iya. Di restoran
atau kafe di mall sering kita jumpai orang yang asyik bekerja dengan laptop di
depannya. Anak-anak muda juga terlihat asyik dengan gadgetnya meskipun sedang
berkumpul dengan teman-temannya. Seorang teman justru memilih berlibur di hotel
yang menyiapkan fasilitas bermain atau dekat dengan tempat bermain anak-anak,
sehingga ia bisa lebih tenang untuk……bekerja bersama laptopnya! Aku tertawa
dalam hati. Hal itu tidak akan pernah bisa aku lakukan, paling tidak untuk 3
atau empat tahun ke depan. Si Kakak yang sedang berlibur selalu ngambek bila
aku lebih asyik membalas bbm teman dibanding menemaninya ngobrol atau
memberikan pertanyaan-pertanyaan ngarang yang membuatnya tertawa dan membully
aku sebagai Mommy yang berpikiran tidak ilmiah. Kejadian-kejadian kecil saat
liburan dengan anak-anak itulah yang membuat aku memilih meng-off kan hp dan
menjauhi dumay selama berlibur. Sorry.
Berjalan terus hampir mendekati
pantai Kuta, mendadak aku kehilangan semangatku untuk menikmati sunset.
Langsung balik kanan dan kembali ke hostel. Sepanjang jalan beberapa lelaki
Bali yang nongkrong di depan pertokoan dan menawarkan ojek menyapaku dengan sok
akrab. Menyangka aku turis dari Negara tetangga, Malaysia! Hahahaha…..
Tas unik di sepanjang jalan Legian |
Cinderamata untuk oleh-oleh. Karena target marketnya untuk para bule, harganya lebih tinggi dibanding bila kita belanja di pusat oleh-oleh Khrisna. |
Sempat singgah di sebuah mini market
dan membeli mineral water, aku memutuskan untuk istirahat dan tidur sejenak. Rasanya
lelah sekali. Baru berasa efeknya bila malas berolah raga. Semoga mimpi indah.
Teman Baru
Kurang lebih satu jam aku tertidur,
telingaku yang agak peka mendengar suara orang berbicara dan membuatku langsung
membuka mata. Dengan malas aku mengintip dari balik gorden yang menutupi tempat
tidurku. Ternyata Mbak Housekeeper dengan seorang perempuan muda bermata sipit
dan tubuh semampai. Dia tersenyum ramah padaku. Aku membalas dengan senyum
malas penuh kantuk. Setelah itu melanjutkan lagi tidurku. I’ve got a roommate.
Ketika terbangun, hampir jam 6 sore.
Lewat sudah sunset pertamaku di Bali. Hidungku mencium bau keringat hasil jjs
sepanjang Legian tadi yang melekat di badanku. Owww… sangat menyiksa mencium
aroma keringat sendiri. Aku membuka kunci koper, mengambil baju ganti dan
peralatan mandi. Shower time.
Kamar mandi bersama di hostel ini
jauh lebih bersih dan terawat dibanding toilet di kantorku nun jauh di Mamuju
sana. Wangi, bersih, kering, dan membuat aku betah berlama-lama di bawah
kucuran air di shower. Segar rasanya terkena air hangat setelah berkeringat
begitu banyak.
Selesai mandi dan berganti pakaian,
aku melanjutkan acara bermalas-malasan. Mau turun ke ruang cinema kaki rasanya
berat melangkah. Aku mulai berpikir apa saja yang ingin aku lakukan selama 4
hari ke depan nanti. Sudah sering aku memimpikan pergi berlibur and do nothing.
Di kamar saja dan menulis sebanyak-banyaknya.
Sementara asyik dengan khayalanku,
pintu kamar terbuka dan muncullah Si Mata Sipit dengan senyum ramahnya. Aku jadi
ikut-ikutan tersenyum. Jadi penasaran. Mulailah aku membuka percakapan. Pertanyaan
standar. Dari mana, nama siapa, sudah berapa lama di Bali, kapan balik, dll.
(Aku masih menahan diri untuk tidak menanyakan hobi, cita-cita, tempat tanggal
lahir, bintang, pesan kesan, dll, dsb. Hihihihi)
Teman baruku itu bernama Grace. Dia berasal
dari China dan berlibur bersama beberapa temannya dari Korea. Mereka berkemah 4
hari di Ubud (waaaaah……aku mau juga!). Pagi tadi teman-temannya back to Korea.
Grace sendiri melanjutkan liburannya hingga hari Minggu. Sama, aku juga akan
pulang hari Minggu.
Setelah menginterogasi, aku mengajak
Grace keluar mencari makan malam. Dia ternyata sudah makan, tapi tidak
keberatan menemaniku mencari makan. Baik sekali.
Setelah berpakaian rapi, kami pun
berjalan keluar. Dia tidak nampak canggung melihatku berhijab.
“Kita mau makan dimana?” Tanya Grace.
“Terserah. Aku tidak tahu tempat
makan yang enak disini.”
“Kamu mau makan di Sky Garden? Tadi
saya makan disana.Kamu suka makan apa?”
“Apa saja, asal bukan babi. Saya tidak
makan babi.’
“Its ok. Kamu bisa makan barbeque
disana. Barbequenya enak sekali.” Grace merekomendasikan barbeque di Sky
Garden.
Well, let’s see. Aku langsung
setuju. Sambil dalam hati bertanya-tanya dengan agak kampungan, kira-kira
bagaimana suasana di Sky Garden ya? Jaraknya sekitar 200 meter dari Jatun.
Di pintu masuk tas ku diperiksa
security. Sebatang coklat silverqueen kesayanganku disita. Ternyata tidak boleh
mem
bawa makanan dan minuman dari luar. Kemudian pergelangan tanganku diberi label berbentuk gelang dengan tulisan Sky Garden. Tanda telah lolos security check.
Setelah membayar 50 ribu di kasir untuk harga barbeque, aku diberi card untuk free drink dan tanganku distempel. Tanda telah membayar untuk barbeque. Grace hanya menunjukkan gelang
kuningnya saja yang masih menempel, dan mendapat card untuk free
drink.
“Grace, saya tidak minum alcohol,”
kataku mulai panik.
“Kamu bisa minum soft drink saja.” Grace
menunjukkan jenis minuman lainnya selain alcohol yang membuatku lega. Tamu yang
datang di bawah jam 10 pm memang mendapat free drink. “Tapi bila kamu datang di
atas jam 11 malam, kamu bisa mendapat free drink dari tamu lainnya.” Grace
menjelaskan padaku dengan tawa bandel. Nampaknya dia sudah terbiasa dengan
tempat seperti ini.
“I like dancer. I can dance here.” Katanya
menjelaskan.
Di lantai 2 aku memilih barbeque
daging sapi dan salad. Suasana belum terlalu ramai. Hanya ada orang bule dan beberapa
pria Arab disini. Yang bertampang Asia hanya aku dan Grace.
Makan sambil ngobrol. Grace bercerita
bahwa ia menghabiskan setengah tahun untuk stay di China, dan selebihnya di
Eropa. Pekerjaannya cukup banyak. Ia bekerja di sebuah universitas sebagai
manajer kemahasiswaan. Di waktu luangnya ia bekerja sebagai Event Organizer dan
guide. Pantas. Bahasa Inggrisnya bagus sekali dan etikanya tidak seperti (maaf)
beberapa orang China arogan yang aku kenal.
Selesai makan Grace mengajak aku ke
lantai 1 untuk mengambil soft drink, dan berjalan-jalan ke lantai 3. Untuk mendengarkan
music. Bartender yang semuanya orang lokal Nampak kaget dan aneh melihat aku. Berhijab
tapi mengantri free drink bersama seorang gadis China modis yang meminta
minuman beralkohol. Hahahaha…. Aku hanya memesan sprite yang dicampur potongan
es batu.
Dengan membawa gelas masing-masing
kami naik ke lantai 3. Ada DJ, orang-orang bule yang mulai menggila
menggoyangkan badan sesuai irama dan mungkin juga pengaruh minuman di depannya.
Juga…..dua orang penari yang hanya menggunakan bikini. Ya ampuuun…..pantas
semua menatapku seperti melihat alien yang turun ke bumi. Mereka pasti berpikir
aku tidak layak disini.
Honestly, this is my first
experience. Yach hitung-hitung nambah pengalaman. Berkat Grace aku tidak
canggung lagi kalau suatu saat tersesat di pub seperti Sky Garden ini.
Dari hasil nanya-nanya, Sky Garden
sekarang menjadi tempat teramai di kawasan Legian setelah Paddys meledak pada peristiwa
Bom Bali. Sebenarnya aku tergoda juga untuk tinggal lebih lama lagi dan
menikmati malam yang seru. Tapi aku tidak ingin begadang malam ini, karena
besok aku ingin menulis seharian. Aku berpamitan pada Grace. Dengan baik hati
dia mengantarku pulang, dan kembali lagi ke Sky Garden. Kabarnya sampai jam 3
dan 4 pagi suasana disana sangat meriah. Para bule yang datang memang untuk
bersenang-senang itu akan tumpah ruah disana, juga pub-pub disekitarnya.
Ok lah, selamat bersenang-senang
Grace. Terima kasih untuk menjadi bagian dari liburanku di Bali.
Grace n friends |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar